Masalah pendidikan di Indonesia
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini
sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan bahwa indeks pengembangan manusia
Indonesia makin menurun. Kualitas pendidikan di Indonesia berada pada
urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Indonesia memiliki daya saing yang
rendah Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya
berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53
negara di dunia.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya
ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun
informal. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan
sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu,
kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang
tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain.
Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu
pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun
informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan
yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian
dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Penyebab rendahnya mutu
pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas,
efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi
masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus
dalam dunia pendidikan yaitu:
(1).
Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Mahalnya biaya pendidikan.
* Rendahnya
Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali
sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan
penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap.
Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi
tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak
memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki
laboratorium dan sebagainya.
* Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru
di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki
profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasny. Bukan itu saja,
sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar.
Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru
itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar
1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma
D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs
baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di
tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki
pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen,
baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu
keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral
pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar
memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi
tanggung jawabnya.
* Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya
kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas
pendidikan Indonesia. idealnya seorang guru menerima gaji bulanan
serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per
bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di
sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti
itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan.
Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari,
menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang
pulsa ponsel.
* Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan
keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan
kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak
memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa
Indonesia di dunia internasional sangat rendah.Anak-anak Indonesia
ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata
mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan
penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan
mengerjakan soal pilihan ganda.
* Kurangnya Pemerataan Kesempatan
Pendidikan
Sementara itu layanan pendidikan usia dini
masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya
tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara
keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi
pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan
tersebut.
* Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan
bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi
mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku
pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga
Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan
lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak
harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya
membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin
setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat
bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya
Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal
keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk
‘cuci tangan’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar